Jika sebuah negara ingin menjadi kuat dan berpengaruh di dunia,
maka harus memiliki militer yang kuat. Harus menyadari dan cepat
merespon apa yang negara-negara lain lakukan untuk meningkatkan
kemampuan militernya. Bila hanya menjadi penonton, maka tentu akan
tertinggal.
Beberapa negara di Asia Pasifik selama ini merasa aman karena
militernya kuat. Mereka memiliki alutsista canggih terutama pesawat
tempur dan tidak merasakan ancaman berarti dari negara lain yang
militernya lebih lemah.
Namun saat ini sudah berbeda, “kenyamanan” sudah terkikis karena
hadirnya satu pesawat asal Rusia Sukhoi Su-30 Flanker. Pesawat yang
sangat bermanuver, cepat dan memiliki jangkauan jauh ini telah
diakuisisi dalam jumlah besar oleh beberapa negara Asia yaitu China,
India, Malaysia, Vietnam dan Indonesia.
Ini telah menggeser keseimbangan kekuasaan di teater Asia Pasifik.
Ambil contoh, pilot Australia yang saat ini menerbangkan F-18 Hornet dan
pembom tempur F-11 Aardvark kini harus menerima tantangan dari Flanker
yang unggul di hampir semua aspek.
Pesawat tempur F/A 18A/B/F kalah dari Flanker dalam semua paramater
kinerja utama. Australia sendiri sudah membahas situasi ini dengan
mengeluarkan perintah untuk membeli 100 pesawat tempur siluman F-35 dari
AS.
Flanker dilengkapi dengan 12 hard point (cantelan) – lebih banyak
dari pesawat tempur lain. Fitur ini memungkinkan Flanker untuk membawa
lebih banyak rudal dan bom pintar.
Flanker juga membuat rentan kapal induk bertenaga nuklir AS.
War-gamed situations akan terjadi apabila kapal induk AS harus
berhadapan dengan Sukhoi yang dipersenjatai dengan rudal jelajah
anti-kapal. Apalagi bila Sukhoi dilengkapi dengan rudal hipersonik
BrahMos.
Rudal-rudalnya memiliki keunggulan tersendiri, manuvernya
legendaris, dan jangkauannya yang lebih dari 3.000 kilometer menjadikan
Su-30 sebagai aset yang berharga. Su-30 mampu melakukan repeated probes and U-turns -taktik perang dingin Uni Soviet. Mengejar Flanker menjadi suatu yang berbahaya.
Wajar saja bila dikatakan Su-30 Flanker sebagai game changer di kawasan Pasifik setidaknya untuk saat ini. Hingga F-35 hadir di Asia Pasifik, situasi mungkin belum akan berubah.
Sumber : Artileri
Sumber : Artileri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar